Bukan hanya pajak yang harus dipikirkan pengembang. Ada macam-macamnya, termasuk kewajiban pajak atas jual beli rumah atau properti. Aspek penting dari bisnis perdagangan properti adalah membayar pajak. Umumnya orang lebih sadar ketika membicarakan tanggung jawab ini ketika berlaku untuk pihak pertama alias pembeli. Namun, penting bagi pengembang properti dan perumahan untuk membayar pajak seperti halnya bagi orang lain; mereka hanya perlu menanggung sendiri biayanya.
Salah satu contoh mengapa pengembang harus membayar pajak adalah karena pajak penghasilan. Ketika Anda menjual properti Anda, mungkin ada beberapa keuntungan dan meningkatkan kapasitas ekonomi mereka. Lantas, jenis pajak apa saja yang harus dibayarkan atau ditanggung oleh pengembang properti atau developer perumahan? Berikut daftarnya:
Pajak Penghasilan Final
Pajak penghasilan adalah salah satu pajak paling umum yang harus dibayar pengembang. Ini didasarkan pada penyerahan akhir hak atas tanah dan bangunan. Jika Anda menerima penghasilan dari penjualan properti, Anda mungkin diwajibkan membayar pajak jika rumah tersebut awalnya dibeli sebagai investasi dan bukan untuk digunakan oleh keluarga Anda. Ini biasanya ditangani melalui pajak penghasilan final.
Dalam arti, pajak ini tidak termasuk dalam perhitungan PPh 21 seperti penghasilan lainnya. Sedangkan untuk besaran PPh final sebesar 2,5% dari nilai transaksi. Sebagai informasi, karena sifatnya yang final, berapa pun nilai transaksinya, tarif pajaknya akan tetap sama dengan pajak progresif yang dikenakan atas PPh Pasal 21.
Ambil contoh, ketika pengembang menjual rumah seharga Rp600.000.000, maka pembayaran PPh final yang harus dibayar adalah Rp15.000.000, yaitu 2,5% dari nilai transaksi.
Pajak Bumi Bangunan
Menurut sumber yang sama, Pajak Bumi Bangunan (PBB) juga harus dibayar oleh pengembang. Berbeda dengan PPh final yang besarnya telah ditentukan, Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat disama ratakan. Biaya PBB berbeda di berbagai daerah karena alasan atau pertimbangan yang berbeda.
Beberapa faktor yang mempengaruhi Pajak Bumi Bangunan antara lain: NJOP, NJKP, dan NJOPTKP. Ketiga faktor tersebut mesti diketahui terlebih dahulu guna mendapatkan nilai PBB yang mesti dibayarkan oleh pihak developer.
PBB yang dikenakan di Indonesia relatif rendah karena perkiraan yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk menentukan NJOP suatu objek tidak setara dengan nilai properti yang sebenarnya.
Relaksasi Pajak
Keringanan pajak merupakan kebijakan pemerintah yang mendorong kegiatan ekonomi dengan menarik investor. Kebijakan seperti ini sering terlihat di Indonesia, dan kebutuhannya semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam targetnya pada bisnis properti, relaksasi pajak diduga bernilai besar, atau di atas Rp10.000.000.000,- dengan penurunan pajak penghasilan dari 5% menjadi 1%. Dengan demikian, kabar ini bisa menjadi informasi yang cukup menggembirakan bagi sejumlah pihak developer properti yang ingin mengembangkan pasar properti di berbagai daerah di Indonesia.
Saya harap informasi ini berguna – pengembang properti harus membayar pajak untuk properti mereka, jadi penting bagi orang untuk mempertimbangkan biaya ini sebelum memulai proses jual beli properti.